Wednesday, August 13, 2008

Koma

Dalam, menulis, saya paling suka menggunakan tanda koma. Beberapa kawan protes, menganggap letak koma saya sering tak tepat pada tempatnya. Saya cuek, terlanjur cinta dengan tanda koma.

Saya juga suka teater koma. Semua ulasan tentang penampilan lakon teater koma saya baca penuh hasrat. Sayang saya tak pernah sempat menonton pertunjukan langsung teater koma. Karena di tempat saya tinggal, teater tersebut tak pernah mampir pentas, untuk menyisihkan waktu dan uang untuk nonton ke kota di mana teater koma pentas, hanya akan membuat dompet saya yang tebal dengan kertas catatan karut marut, koma.

Beberapa kali, tak sering, saya hadir di sisi orang-orang dekat saya yang koma. Heran, saat menyaksikan "ke-komaan" saya seperti es batu dalam lemari es, dingin membeku. Hanya mata saya penasaran, mencari-cari di mana gerangan malaikat yang tengah menjalankan tugasnya mengubah tanda koma menjadi titik itu, berdiri dalam ruangan bersama kami. Saya masih terus penasaran, Empat hari yang lalu, saat simbah yang diberkahi umur panjang, 84 tahun, tengah koma saya juga tak melihat mahluk itu.

Aku begitu cinta koma, karena ia adalah misteri, Bukan seperti titik. Titik itu menghabisi, sedang koma, menantang. Tapi banyak kawanku, lebih suka titik. Lebih gamblang, menurut mereka. Tegas dan tuntas. Mereka, bisa jadi, benar.

Dan kini, blog ku, tengah koma karena aku sedang sibuk berhadapan dengan titik. Mungkin esok saat titik-titik itu, telah dapat berdamai dengan koma, aku kan kembali mengeja kata di blog ku ini.

Karena itu, woconan, mohon koma, sesaat,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,