Begitu adzan usai diskusi dilanjutkan. Belum lagi 15 menit, terdengar adzan lagi. Diskusi kembali dihentikan. Wah, kapan diskusi akan selesai kalau tiap adzan berhenti. Tapi keputusan untuk diam saat adzan kali ini, adalah pilihan yang bijak karena kalau memaksakan tetap ngomong tak akan terdengar, kalah keras dibanding suara TOA dari masjid yang tepat di samping gedung kami berkumpul.
Diam saat adzan terlantunkan sebenarnya bukanlah wajib, hanya sunah muakad, dianjurkan untuk diam tapi kalo tetap nyerocos ngomong juga nggak apa-apa. Semoga aja diskusi tak berhenti lagi begitu terdengar suara adzan, bisa-bisa diskusi tak akan pernah selesai karena jumlah mushola begitu banyak dan adzannya tidak kompak, bersamaan. Mungkin nggak ya, diatur cukup satu masjid yang adzan menggunakan pengeras suara untuk area jangkauan 1 Km persegi, umpanya, sedang mushola atau masjid lainnya adzan tanpa perlu menggunakan pengeras suara. Jaman nabi adzan
Agak mengherankan juga diskusi yang dilakukan bukan di pesantran ini, tingkat adab majlisnya nyaris seperti bahtsul masail di pesantren. Mungkinkah karena di sisi kiri dan kanan pembicara terdapat lukisan kaligrafi arab yang sangat besar, bertuliskan
Saya datang terlambat dan tak terlalu menyimak apa yang dipaparkan para pembicara di depan. Tapi intinya, menurut teman panitia diskusi ini dilakukan untuk membahas kerja kreatif seniman lukis Maman Suparman yang memajang 20 kaligrafinya di sudut-sudut kampung Argorejo selama Dua minggu.
Lho, memang apa yang istimewa dengan itu? Para pedagang kaki
Karenanya saya agak takjub juga ketika segerombolan seniman begitu bersamangat mendiskusikan hal tersebut. Oalah, selidik punya selidik ternyata yang dianggap luar biasa itu karena Argorejo alias Sunankuning merupakan lokalisasi terbesar di
No comments:
Post a Comment