Kasnuri namanya, usia sekitar 45 tahun, profesi terakhir sopir truk antara kota. Sebelumnya sempat juga menjadi sopir minyak Pertamina. Mengundurkan diri karena dituduh korupsi, padahal dia tak melakukanya. Menjadi sopir truk antar
Sebentar, ini bukan cerita tentang kere yang jadi pengusaha sukses sebagaimana dalam buku-buku motivasi yang mendorong orang untuk menjadi kaya raya dengan menolak menjadi buruh. Rumah Kasnuri tak lebih besar dibanding bak truk yang dulu dibawanya. Berlantai plester yang mulai gompel di
Saya dan seorang teman dokter, diterima di ruang tamu rumahnya yang merangkap warung rokok dan aneka jajanan ringan. Ia duduk di belakang meja kasir yang juga menjadi meja tamu sekaligus meja kerjanya. Dinding papan di belakang kursi Kasnuri terpampang beberapa poster karton kaligrafi bertuliskan asmaul husna, nama-nama Tuhan yang indah,
Kami duduk di bangku panjang tanpa sandaran. Maka kami belajar darinya tentang bagaimana seorang Community Organizer bekerja. "Pekerjaan saya setiap hari door to door, mengunjungi wisma satu persatu," ujarnya.
Jangan bayangkan wisma Cendana! Yang dimaksud wisma adalah rumah tempat para Wanita Penjaja Seks (WPS) berkumpul menunggu, menerima dan melayani lelaki hidung belang. Ia mengingatkan WPS untuk tak lupa mengecek alat vital tamunya, melayani tamu dengan lampu yang terang, hindari mabuk, gunakan condom, dan rutin periksa IMS.
Tampak remeh. Biasa-biasa saja. Memang. Tapi bukankah hal-hal yang hebat di dunia ini adalah hal yang biasa-biasa saja? Menjelma menjadi luar biasa karena dilakukan dengan cara dan ketekunan yang luar biasa. Saat yang lain memilih menjauhi WPS kelas murahan sambil menistakan, ia memilih jalan berteman. Atau saat sekelompok orang pekerja LSM mendekati WPS karena project, ia telah melakukkanya tanpa donor agency. Saat mucikari menghitung-hitung uang setoran para WPS, ia tak tergoda beringsut menjadi mucikari untuk mengubah rumah bak truknya.
Ia menjadi ”pelayan” lokalisasi Banyuputih yang saat ini menampung lebih kurang 70 WPS kelas murahan. Menjadi administratur, membuat kartu identitas sementara untuk para WPS, kartu iuran bulanan untuk dana sosial yang sebagian besar digunakan untuk uang keamanan bagi para aparatus keamanan! Dan kartu iuran periksa kesehatan sehingga biaya kesehatan bulanan sebesar Rp 15 Ribu bisa dicicil per minggu. Terasa lebih ringan.
Tapi Kasnuri bukanlah nabi, santo atawa orang suci. Ia orang biasa yang tetap butuh uang untuk istri dan anak-anaknya. Atas kerja pelayanannya itu, ia mendapatkan management fee. ”Dari Rp 15 Ribu uang periksa kesehatan, saya mendapat Rp 4 Ribu,” akunya jujur. Dengan 70 WPS, bila bayar semua, maka sebulan ia mendapatkan Rp 280 Ribu.
No comments:
Post a Comment