Membaca ulang bukun AMin Maalouf, "In The Name of Identity", seperti membuka kembali peta perjalanan hidup. Berlebihan? Bisa jadi.
Tapi bagiku, buku ini membantu mengingatkan soal baju identitas yang sering menjadi bahan bakar munculnya silang sengkarut, adu otot, senyum permakluman hingga prasangka yang menahun, di semua negeri tanpa terkecuali.
Sebuah negeri yang berslogan bhineka tunggal ika-pun, ketika tiba masanya mencari seorang presiden nan ideal, juga sibuk bicara soal identitas, bak mencari kepala suku, pimpinan sekte dan semacamnya. Apakah negeri lain tidak? Hemm...sepertinya juga tak jauh beda.
Soal Identitas, Maalouf menulis, "Kita semua mengira kita paham apa makna kata itu dan terus mempercayainya, bahkan ketika dengan culasnya ia mulai berucap yang sebaliknya."
No comments:
Post a Comment