Thursday, March 5, 2009

Political Cost ala Caleg

Industri pendidikan, tahun ini, bersaing ketat dengan industri politik. Kedua jenis industri ini memang unik. Walau sebenarnya berbeda tapi karakterisktik peminatnya nyaris sama, suka berebut kursi. Untuk itu, mereka siap adu pintar, hoki, dan tentunya uang. Hoki ataw nasib baik, di negeri ini, senang berkawan dengan uang.

Bagi peminat industri pendidikan perguruan tinggi, yang disebut Cama (Calon Mahasiswa) minimal harus sedia duit Rp 175 Juta agar peluang mendapat kursi kuliah lebih besar. Bila tidak, peluang hoki hanya 20 persen. Estimasi hoki ini, merunut UU Badan Hukum Pendidikan. Dua Puluh persen kursi PTN (Perguruan Tinggi Negeri) untuk kaum miskin. Sayangnya, belum satu PTN pun yang memenuhinya. Jadi, hoki kaum miskin kian kecil.

Bagi peminat industri politik, disebut Caleg (Calon Legislative), minimal harus sedia Rp 75 Juta untuk tingkat DPR Kab/kota, Rp 300 Juta untuk DPR Propinsi, dan minimal Rp 500 Juta untuk DPR RI. Bahkan, Seorang Caleg DPR RI dari Jateng 7, mengaku hingga Februari lalu, telah mengeluarkan lebih dari Rp 1 Miliar.

Soal duit untuk mendapatkan kursi, bila ditimbang-timbang, jadi Caleg relative lebih menjanjikan dan ringan dibanding Cama. Lebih menjanjikan karena bila jadi anggota dewan, jelas kembali modal berikut keuntungan. Lebih ringan karena pesaing untuk sebuah kursi DPRD lebih sedikit. Seratus kursi di DPRD Jawa Tengah, misalnya, satu kursi hanya diperebutkan 14 Caleg.

Kalau uang yang dikeluarkan Caleg lebih besar itu sesaui dengan prinsip ikan besar, perlu umpan besar. Saat ini, banyak umpan yang tersebar di Jawa Tengah. Agar umpan itu tak tumpang tindih, maka KPU (Komisi Pemilihan Umum) membagi Jawa Tengah dalam Sepuluh kapling, biasa disebut Dapil (Daerah Pemilihan).

Meliputi Jateng 1: Kendal, Salatiga, Kabupaten Semarang dan Kota Semarang, 10 kursi. Jateng 2: Demak, Jepara dan Kudus, 9 kursi. Jateng 3: Blora, Grobogan, Rembang dan Pati, 12 kursi. Jateng 4: Sragen, Karanganyar, dan Wonogiri , 8 kursi. Jateng 5: Boyolali, Klaten, Sukoharjo dan Surakarta, 10 kursi. Jateng 6: Kota Magelang, Kabupaten Magelang, Purworejo, Wonosobo, dan Temanggung, 11 kursi. Jateng 7: Kebumen, Banjarnegara, Purbalingga, 9 kursi. Jateng 8: Cilacap dan Banyumas, 10 kursi. Jateng 9: Brebes, Kabupaten Tegal dan Kota Tegal, 11 kursi. Dan Jateng 10: Batang, Kab Pekalongan, Kota Pekalongan, dan Pemalang, 10 kursi.

Guna mendapatkan kursi, caleg perlu memprediksi BPP (Bilangan Pembagi Pemilih) untuk Dapil-nya. Misal, untuk Jateng 1, bercermin Pemilu 2004, nilai satu kursi DPRD Propinsi adalah 187 Ribu suara. Caleg tak perlu mendapatkan suara sebanyak itu. Dengan mematok angka 25-50 persen suara dari BPP, dipastikan akan dapat kursi DPRD. Cukup 46 Ribu suara.

Rata-rata dana terbesar caleg di Jateng dikeluarkan untuk memperkenalkan dirinya ke calon pemilih dengan cara memasang baliho, spanduk, stiker dan poster wajah dengan beragam gaya, ala KTP hingga senyum bak produk pasta gigi. Alasanya untuk mendapatkan suara terbanyak, perlu memperkenalkan dirinya ke calon pemilih.

Dana yang tak kalah penting adalah untuk biaya pertemuan calon simpatisan. Bila dianggap perlu, caleg tak ragu untuk memberikan uang amplop agar mereka memilihnya. Caleg menyebut ini sebagai political cost, bukan money politics.

Soal tim sukses. Banyak caleg di Jateng meyakinkan tim suksesnya dengan upah pasca bayar. Akan dibayar setelah si caleg jadi wakil rakyat. Caranya? Hanya tuhan dan caleg itu yang tahu.

Yang jelas, bila boleh membayangkan, Gedung DPRD Jateng Kelak, akan semakin ramai karena tim sukses yang wira-wiri ambil upah pasca bayarnya, sambil menenteng proposal.