Saturday, May 24, 2008

Jogja Lagi, Moody Lagi

Lama tak menulis karena saya tengah memanjakan teman karibku, si moody, bukan Maudy Kusnaidi pemeran Zaenab di Si Doel Anak Sekolahan. Nah, si moody ini benar-benar ogah menyentuh keyboard, posting tulisan ke blog. Bosen. Ya udah, aku ikut aja walau sebenarnya ada banyak hal yang menarik untuk ditulis, hemm tapi nanti aja deh, begitu selalu si moody berbisik begitu saya siap menuliskan cerita di depan laptop pinjaman kantor yang sebentar lagi harus aku kembalikan, aku pasrah dengan bujukan moody begitu saja.


Tapi pagi ini, sepertinya moody sedang baik hati. "Eh, nulis dong" bisikinya. Maka sambil nunggu air bathtub penuh, di atas kasur yang masih berantakan saya menulis, dengan beberapa kali terhenti karena BAB, ritual pagi yang tidak bisa membuat saya bener-benar sigap di pagi hari karena bisa lebih dari dua kali. Jadi, bukanya menikmati udara pagi, tapi aroma “hajatan”.

Nggak tahu juga kenapa tiba-tiba mood pengen nulis. Mungkin karena energi Jogja. Ya, lagi-lagi saya terlempar ke kota yang sempat mewarnai hidup saya ini. Berbeda dengan kawan-kawan lain saat mengenang Jogja dengan beragam aktivitasnya terkait dengan masa-masa kuliah. Bagi saya, Jogja adalah Widya Wiwaha, Sobo Harsono, Perpustakaan lawas di Maliobor, Lapak-lapak buku Shoping dan tentunya juga Sego kucingan di sekitar Sarkem. Saya di Jogja ndak kuliah, tapi diuntungkan dengan tarif bus kotanya yang sensitive kantong anak kuliah, pada era itu, cukup nyangking buku agar hanya membayar 50% biaya naik bus ketika menuju tempat favorit saya, Widya Wiwaha, gedung bisokop! Sementara teman satu kamar saya yang kuliah di kedokteran UGM memilih naik sepeda dari Krapyak hingga Sardjito. Saya pun terpaksa beberapa kali juga harus meminjam sepeda teman untuk ke Perpus di Malioboro, saat kiriman wesel tak juga datang.

Saat terdampar di Jakarta sebulan sekali saya harus "pulang" ke Jogja walau uang mepet. Bayar di atas, tarif kongkalikong Rp 10 Ribu sampai Cirebon dan 10 Ribu lagi dari Cirebon hingga Jogja. Tempat duduk favorit yang segar plus aroma toilet, di bordes. Begitu sampai statiun Tugu, Jogja masih lengang. Naik becak atau jalan kaki menyusuri Malioboro tidur di losmen murahan di kawasan Sosrowijayan bila punya uang dan kembali lagi ke Jakarta esok hari dengan membawa koran untuk duduk di bordes kereta, cukup Rp 20 Ribu!

Kali ini untuk ke sekian kali aku ke Jogja lagi, cuma tak sekalipun pernah benar-benar dapat menikmati Jogja, terjebak di Hotel dari pagi hingga petang, lelah untuk bisa menulusuri peta ingatan Jogja di masa laluku.

Yang sedikit menghibur walau terjebak di Hotel dan hanya mencium udara Jogja, adalah melihat sekumpulan orang yang ingin melakukan sesuatu untuk kemanusiaan, wuih....

2 comments:

  1. huaaa..JOgjaa..jogjaa..udah 3 minggu ini ga kesana..

    ReplyDelete
  2. Aku setengah bulan ini akan menghirup aroma jogja. Tapi mungkin nggak sempat kluyuran.... ada rekomendasi tempat ngloyor yg asyik?

    ReplyDelete