Saturday, December 13, 2008

TerinjakJaran itu Nikmat, Jendral!

Sebagian besar wartawan Semarang, akhir-akhir ini, ngefans berat "jaran". Saking cintanya, beberapa wartawan berseloroh "Terinjak jaran itu nikmat, jendral!". Nggak percaya? Coba saja bertanya acak pada komunitas wartawan Semarang. Sebagian besar, pasti menyahut "Ya, kami fans berat jaran."

"Wajar dong, wartawan ngefans jaran, simbol suka berpacu mencari berita," ujar Anda dalam hati. Saya sarankan tetaplah disimpan dalam hati, jangan diucapkan. Bila tidak, dijamin para wartawan, yang ini sebagian kecil, akan tertawa lepas, ngakak!

Usah mengernyitkan dahi. Jaran Bahasa Jawa yang berarti kuda dalam Bahasa Indonesia itu, di kalangan wartawan Semarang, bermakna lain.

Kata sohibul hikayat yang juga wartawan, istilah jaran yang menjadi bahasa gaul kaum wartawan Kota Lumpia itu, serapan dari bahasa "aparat" berseragam.

Semula, menurut sohibul hikayat yang tak suka jaran itu, para wartawan tak terlalu mempedulikan ketika beberapa aparat yang menangani sebuah kasus, saling mengeluh soal jaran yang kecil. Namun, masih menurut sohibul hikayat, para kuli tinta yang biasa nongkrong di kantor berslogan to serve and to protect jadi penasaran ketika melihat beberapa aparat kegirangan mendapat jaran besar dari kegiatan pengamanan. Padahal tak ada kuda di antara mereka. Dasar wartawan, tak hanya nguping, mereka menilisik. Oh, ternyata Jaran yang dimaksud adalah uang. Bukan gaji.

Dahsyatnya, wartawan tak puas hanya nguping dan menelisik, diserap pula jadi bahasa gaul antar mereka. Sudah? Belum! Beberapa bahkan membuat "jaran fans club". Jadi, jangan heran bila Anda berjalan melewati segerombolan wartawan mendengar "Wah, kemarin saya liputan seminar dapat jaran besar," kemudian ada lagi yang menyahut, "Kalo saya apes, liputan bola hanya dapat jaran separoh". Ada yang tak mau kalah, "Wah, liputan kunjungan kepala ..(censored).. kemarin, saya dinjak-injak jaran, asyik banget". Lhadalah, jangan buru-buru membayangkan ada kuda di tengah podium seminar, atau kuda disembelih untuk dibagi-bagi usai sepak bola, atau wartawan yang merek melem dinjak-injak jaran kayak pijit siatsu. Mereka tengah membicarakan jaran ala aparat. Artinya? Monggo, gunakan imajinasi sampean.

Sebuah Sandek tiba-tiba masuk, ke HP sohibul hikayat. Pesannya, "Anda jadi wartawan tapi tak juga bisa kaya? Jangan ragu, ketik Jaran, titik Reg, kirim ke 86-86".

Nasehat saya, bagi Anda yang suka mengundang wartawan, jangan undang wartawan anggota jaran fans club. Repot, kerena selain harus mengikat jaran, Anda juga bisa terciprat tai jaran. Menjijikan bukan?

--------------------------------------------------

(Tulisan ini terinspirasi obrolan lepas, di sela-sela training pembuatan filem dokumenter untuk jurnalis berapa hari lalu)

3 comments:

  1. e'e.. jaran!!
    kowe ndak em hudallah mantan wartawan tabloid dharma di surtikanti tonggone pak nuri??

    ReplyDelete
  2. kok nang poto ndhuwur kuwi, rupamu malah dadi koyok bagus netral?

    ReplyDelete
  3. ya iayalah masa yak iya dong ntar jadi hudadong, lah... nah loh!

    ReplyDelete