Saturday, August 7, 2010

Nasi Bungkus Merdeka


Aku tak menuntut diakui sebagai pahlawan. Bila saat itu aku bergerak, berjuang, mengangkat senjata maka itu adalah reaksi spontan, sebagiamana reaksi kebanyakan orang-orang saat itu. Laki-laki, perempuan, tua, muda, hingga kanak-kanak belia, semuanya bergerak. Semangat ku tiba-tiba menggelegak, saat mendengar pekik kata merdeka.

Aku tak tahu pasti apa makna sesungguhnya merdeka. Yang aku tahu itu adalah pekik yang paling indah untuk didengarkan dan diperdengarkan. Suara sejelek apapun, serta merta menjadi begitu merdu saat mengucap kata merdeka! Sungguh, aku tak bohong.

Yang aku tahu, kata merdeka selalu diucapakan bergelora, penuh semangat. Aku sangat suka. Semangat itu membangkitkan harapanku. Jangan tanya terlalu dalam, apa yang aku sebut dengan harapan. Semuanya saat itu serba sederhana.

Aku bersaksi, saat itu, kami berbicara, menyapa, bergaul, berpakaian hingga berpolitik dengan cara yang benar-benar sederhana. Tak ada bahasa yang aku tak memahaminya. Tak ada sapa yang aku tak tahu maknanya. Tak ada berita yang aku tak tahu maksudnya. Aku yakin, kami semua yang hidup saat itu memahami semuanya dengan gamblang, setinggi dan serendah apapun pendidikan kami, orang-orang yang buta huruf memiliki pemahaman yang sama dengan orang yang membaca berbagai buku dengan beragam bahasa; kami paham semua. Semua paham kami. Karena semuanya begitu sederhana.

Jujur, adakalanya aku sedikit mengalami kesulitan memahami, sekali lagi sedikit. Kesulitan yang serba sedikit itu, tak sempat beranak pinak menjadi kian rumit karena aku dan orang-orang saat itu memiliki kata ajaib yang menyingkirkan segala kerumitan. Merdeka.

Aku begitu rindu pada masa-masa dahulu. Ada kalanya aku iri dengan kawan-kawanku yang tak mengalami jaman ini, jaman merdeka, karena kata merdeka tak lagi menggairahkan dan sangat rumit untuk diterjemahkan.

Untunglah jaman merdeka masih ada nasi bungkus. Aku merasa nasi bungkus adalah satu-satunya kesederhanaan yang masih bertahan dari jaman perjuangan. Aku suka menyantapnya dalam kesendirian sambil membayangkan kehangatan sederhana kawan-kawanku yang mati mendahuluiku. Mungkin ini nasi bungkus ku yang terakhir. Nasi bungkus jaman merdeka. Aku berharap jaman merdeka mau menjelma jadi nasi bungkus; sederhana.

Jogja, 7 Agustus 2010

No comments:

Post a Comment