Tuesday, May 1, 2007

Ngemut Inten

Seorang kawan, dalam sebuah diskusi tentang politik local yang sangat hangat, dari awal hingga usai, hanya diam. Tidak biasanya dia begitu. Berdasarkan pengalaman di forum-forum diskusi yang kami hadiri bersama, dia pasti nyerocos melemparkan pertanyaan dan pernyataan kritis, nyaris ngeyel, bertele-tele. Mendominasi diskusi!

Saya semula menduga, ia tengah berpikir keras mengumpulkan argumentasi terbaiknya untuk menambah hangatnya diskusi berkala yang dilakukan oleh teman-teman ”ngaktivis” Semarang yang datang dari beragam latar belakang, seperti jurnalis, mahasiswa, LSM, buruh, hingga warga sekitar tempat diskusi dilangsungkan. Tapi hingga usai tak secuil gagasanpun terlontar dari mulutnya.

Oh, ya, kalo tingkat partsipasi kehadiran warga dalam diskusi berkala para ngaktivis ini cukup tinggi jangan heran, bukan apa-apa, mereka punya alasan sendiri, kata mereka asyik juga melihat orang diskusi yang kadang berapi-api hingga menggebrak lantai, maklum diskusi dilakukan dengan duduk di tikar, lesehan melingkar tak ada meja jadi tak mungkin menggebrak meja. Memang tak jarang saking panasnya, sumpah-serapah ditujukan pada peserta diskusi yang dianggap tak sejalan, sambil mengacung-acungkan jari ke wajah “lawanya” tak kalah seru dengan adegan di DPR. Tapi belum pernah ada adegan membanting piring yang penuh berisi penganan seperti kacang rebus, pisang goreng, tahu sumpel, dan kadang kerupuk! Kalaupun itu terjadi, sebenarnya tak mengapa, karena piring tempat menaruh baragam penganan itu, terbuat dari plastik yang beberapa telah lusuh warnanya.
”Asyik mas, nonton diskusi. Walau kadang tidak mudeng, tapi tetap aja asyik”.
”Iya, lebih menghibur nonton diskusi di sini daripada di TV,” timpal yang lainnya.
“Bener, bahkan dibanding acara sinetron, lebih enak nonton diskusi di sini, dapat camilan gratis lagi,” sahut lainnya. Yang di-amini dengan tawa kompak yang lainnya.
Saya suka istilah mereka, “menonton diskusi”. Benar-benar ungkapan genuine, original!

Memang asyik, apalagi bila suasana memanas, eh tiba-tiba ada yang nyeletuk membelokkan topik sehingga langsung berbalik menjadi ger-geran, saling lempar joke hingga terbahak-bahak. Setelah itu, menghangat lagi. Moderator dikusi para ngaktivis ini, memang patut dipuji, handal menggiring topik dan menjaga suasana. Tak kalah hebat dibanding dengan moderator di tivi-tivi, semacam Rosiana Silalahi atau Andi F Noya, maupun Efendi Ghozali akademisi yang mencoba jadi pelawak.

Cuma, bagi saya pribadi, ada yang kurang dengan diskusi malam ini. Salah seorang singa tikar (karena nggak berdiri di podium, cuma lesehan di tikar, jadi tak layak disebut singa podium), kok tiba-tiba diam, hanya ikut terbahak-bahak ketika mendengar anekdot dan sesekali tersenyum sambil mengangguk-agukan kepala di tengah dialog yang berlangsung, itupun senyum tertahan. Alamak.....

Oh, iya yang beda dari biasanya pula, kali ini dia membawa buku tulis, dia tampak rajin menulis di buku catatan yang lusuh, seolah notulen. Padahal, sudah ada petugas notulen. Moderator beberapakali memancingnya, “Bung Gagah, gimana nih, menurut pengalaman atau pengamatan Anda?” Tapi ia cuma tersenyum, omong sedikitpun tidak, hingga waktu bicara diambil oleh peserta diskusi lainnya. Dan, tak seperti biasanya, berang bila waktu bicaranya diserobot, kali ini ia tersenyum.

Penasaran, usai diskusi saya dekati dia.
“Gimana Bung, sakit ya?”
“Enggak, aku sehat kok,”
“Topik diskusinya membosankan banget...,” pancing saya.
“Enggak, bagus dan sangat menarik!” Sautnya.
Menatap raut wajahnya, saat ngomong itu, saya tak bisa mengatakan dia basa-basi untuk mencoba mengelabuhi perasaanya, itu bukan tipikalnya.

”Hahaha...” tiba-tiba ia tertawa. “Pernah dengar istilah ngemut inten?” tanyanya. Belum sempat saya ngomong, dia dah berujar lagi, ”ngemut inten itu bahasa jawa, artinya mengemut berlian. Untuk menggambarkan bahwa orang yang banyak diam bukan berati tak tahu apa-apa, atau tak berminat terhadap topik pembicaraan yang tengah berlangsung, tapi dia memilih diam karena ingin menyimak untuk mendapatkan sesuatu dan tak ingin atau belum ingin gagasannya yang bagus bak intan diketahui oleh yang lain,” terangnya panjang lebar.

”Ooo...” gumam saya. ”Berarti kamu punya gagasan yang hebat dong, apa tuh?” selidik saya. Dan, dia hanya tersenyum sambil berkemas.

”Dancuk! Jangan lama-lama ngemut intenya ntar tersedak,” umpatku akrab. ”Lah, kamu kok yakin kalo yang kamu simpan dalam mulut kamu itu berlian, kalo ternyata cuma batu kerikil gaimana coba?” Cerocosku.

Dia bergeming, hanya tersenyum, mengajukan tangannya bersalaman tanda ingin segera hengkang.

(Jogja, 29 Oktober 2006)

1 comment:

  1. gara2 diskusi yang dicari2 untuk seru2an kadang semua pihak jadi saling sinis ya....

    ReplyDelete