Sunday, November 9, 2008

Cerita Nonton Laskar Pelangi

Akhirnya nonton Laskar Pelangi. Minggu, pukul 11.30 WIB berangkat dari rumah, untuk pemutaran pukul 12.15. Sampai di depan loket Citra pukul 12.10, antri, tidak dapat tiket. Pindah ke E Plaza, sama, tiket tersedia hanya untuk pemutaran pukul 19-an, full booked. Ogah, langsung balik kanan. Ngurusin hal lain dulu.

Pukul 15.00 balik lagi antri di depan loket Citra. Begitu nyampe depan penjual, tinggal dua kursi, pojok kanan paling depan, nomor 1 dan 2. Alamak, padahal butuh tiga kursi. Bocahku yang melangkah 6 tahun, boleh ikut masuk tanpa perlu beli tiket. Perempuan kawan hidupku yang perutnya telah membuncit, menunggu hari untuk mengejankan generasi baru kami, dari kejauhan, tersenyum, mengangguk.

Dua tiket segera dicetak. Ngirit Rp 20 Ribu, untuk beli jajanan! Gilanya, Citra tak menyediakan kursi tunggu bagi calon penonton. Beberapa orang, bergerombol duduk lesehan di atas karpet penuh debu. Pun kami, bersila memojok, di bawah patung kertas filem kutunggu jandamu, bersama Jupe. Hot! Bocahku nyengir liat dada montok Jupe. Kali ini dia tidak mengucapkan kata favoritnya "hina wahina". Mungkin tahu, kalo bokapnya suka.

Security, tiba-tiba menyuruh seorang calon penonton ke luar dari ruang tunggu karena membawa minuman yang dibelinya dari luar area 21-an itu. Perempuan kawan hidupku, mengernyitkan dahi dan cemberut melihat itu. Aku bereaksi menenangkan, "Satpam, menjalankan tugas, kalo diprotes kasihan, nggak paham apa-apa".

Tibalah saatnya menonton. Ini kali pertama bagi bocahku ke bioskop. "Yah, gambarnya lebih besar dari TV!," celetuknya, saat filem mulai diputar. Aku menahan tawa, plus tersenyum kecut, membayangkan cibiran penonton yang mendengar celetukan lugu itu. Untung ruangan gelap.

Duduk paling depan, pojok kanan, membuat filem terlihat unik. Gambar sebelah kanan terlihat lebih besar dan tinggi. Nggak apa-apa, yang penting bocahku bisa belajar soal semangat anak-anak Belitong. Agar lebih nyaman, kubiarkan bocahku duduk di kursi, aku pilih lesehan, seperti nonton misbar.

Jadi teringat pengalaman nonton bioskop di Rembang awal 1980-an, waktu itu aku juga masih bocah, sedikit lebih tua dari bocahku sekarang. Filem laga. Juga dapat tempat paling depan, jongkok bersama penonton lainnya yang berjubel. Saat adegan tarung, semua berteriak-teriak memberi semangat, bertepuk tangan agar sang jagoan menang. Ketika sang-antagonis menang, teriakan menghujat bersahutan terlontarkan. Seru!

Pengalaman "partisipasi" penonton yang spontan itu, masih sering saya rasakan ketika beranjak remaja. Namun syaratnya harus di bisokop-bisokop daerah pinggiran. Untuk penonton bioskop kota, hal itu dianggap sebagai urakan, tak beradab, uncivilized.

"Yah, filemnya kok, nggak selesai-selesai," bocahku nyeletuk. Ups, aku kembali tersenyum kecut ia tak jenak, beberapakali menghadap ke belakang, lebih tertarik melihat proyektor yang memancarkan gambar yang lebih besar daripada teve di rumah. Ibunya sigap menerangkan, sambil berbisik-bisik takut mengganggu penonton lainnya, yang tentunya jauh lebih civilized dibanding aku dan bocahku. Akhirnya, ia tercenung ketika adegan Lintang yang tak kembali ke sekolah karena ayahnya, tewas saat melaut. Dahsyat, bocahku nangkep adegan itu. Aku pun, sempat menitikkan air mata. Cuma dikit.

Tirai pintu keluar dibuka, menganggu, lagi-lagi security. Padahal filem belum benar-benar usia. Penonton bertahan duduk, memastikan filem benar-benar selesai. Mereka baru beranjak ketika "teve besar" itu memunculkan kutipan “Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan” Pasal 31 ayat 1 UU 45 .

Filem yang bagus. Memang tak bisa dibanding-bandingkan dengan bukunya. Dua media yang berbeda, tak fair bila itu dilakukan. Selera tak bisa diperdebatkan. Semoga, saling melengkapi.

Bagiku laskar pelangi membantu mengingat kembali madrasah kayu kami di desa yang kini telah berganti tembok, bayangan temen-teman kecilku yang mengenakan peci bulukan, buku tulis cap banteng, potlot yang memendek karena sering diserut, plastik warna hitam sebagi tas kebanggan, kaki-kaki berkapal tebal tanpa sandal dan sepatu, dan minyak goreng, untuk merapikan rambut. Sekarang? Jangan, minyak goreng mahal!

1 comment:

  1. laskar pelangi merupakan filem indo yang bagus, ceritanya sip pokoknya, saya sangat suka nonton bersama keluarga

    ReplyDelete