Wednesday, November 19, 2008

Pelajaran Politik 1

Politik itu cenderung memecah, sedang kebudayaan cenderung menyatukan.

Makanya, cukup menggemparkan jagad politik ketika sebuah partai politik menggagas rekonsiliasi dengan membuat iklan pendek berdurasi 15 detik. Bertema Pahlawan dan Guru Bangsa.

Berbagai protes yang diselubungi beragam argumentasi ilmiah hingga sekadar argumentasi ”ah,ah” menyalak bak senjata otomatik menghamburkan peluru dengan sasaran yang tak terlalu ter-presisi dengan baik. No problem, karena dalam politik yang penting adalah menembak. Bukankah politik itu alat untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan? So, bila Anda tak meletakkan kecurigaan pada setiap sel jaringan tubuh, Anda bukanlah politisi yang “sukses”.

Namun walau tebal dengan rasa curiga, sebagai politisi anda harus dapat duduk berdampingan, makan bersama, bercanda dan tertawa bersama dengan “mitra” politik Anda. Terserah saja walau sebenarnya Anda ingin atau sedang saling menusuk. Secara dlahir maupun dlamir, kasar maupun tersamar.

Begitulah yang diajarkan politik. Kawan bukanlah sahabat. Musuhnya musuh adalah kawan. Anda tak perlu merasa terhubung secara batin untuk dapat bersahabat. Cukup anda ketahui siapakah lawannya, dan apakah kepentigannya. Bila ia memeliki musuh yang sama dengan Anda maka ia layak menjadi teman. Soal kepentingan, bisalah didiskusikan. Tak ada perkawanan yang abadi, yang abadi hanyalah kepentingan. Para politisi mengistilahkannya dengan aliansi taktis. Perkawanan yang selayaknya segera diputus, begitu tujuan sesaat tercapai.

Seorang guru saya di desa, bukan guru bangsa, tak lekang mewanti-wanti para muridnya agar menjauhi wilayah politik praktis. Kekhawatiran yang sering kami anggap sebagai berlebihan, karena bagi kami saat itu politik sangatlah memikat.

Namun kini beberapa diantara kami, mulai muak. Tapi sebagian lainnya, mulai menikmati. Seorang kawan yang termasuk dalam kaun penikmat politik dan mendapatkan kemewahan harta benda dari politik menasehatikan, jangan gunakan hati gunakan saja akal. Dalam politik tak ada baik dan buruk. Yang ada adalah kalah dan menang.

Sang kawan ini juga memberi nasehat ketika terlontar iseng sekalian ingin bertarung dalam partai politik di tempatnya merumput. “Lebih baik jangan, nanti persahabatan kita akan terampas. Kita akan tetap bisa berjalan bersama, tapi tak lagi seiring setulus hati.”

No comments:

Post a Comment